Selasa, 25 Mei 2010

Orang inikah Yang Anda Agung-Agungkan : Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Ibn Taimiyah

Muhammad bin Abdul Wahhab adalah saudara kandung syekh Sulaimin bin Abdul Wahhab. Beliau, syekh Sulaiman ini telah menyusun sebuah kitab yang berisi bantahan terhadap Muhammad ibn Abdul Wahhab yang berjudul: Fasbi al Khithab fi ar-Radd Ala Muhammad ibn Abdil Wahhab. Demikian juga syekh Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab Fitnatu al Wahhabiyah, Syekh Abidin al Hanafi dalam Hasyiyah Raddu al mukhtar, Syekh Muhammad bin Sulaiman al Kurdi sebagaimana dikutip oleh pengarang kitab al Futuhat lslamiyah, Syekh Ibn Humaid an Najdi mufti madzhab Hambali di Makkah al Mukarramah dalam kitabnya as-Suhubul Waabilah 'Ala Dharaih al Hanabilah dan Syekh Ridwan al 'Adi Bibars as Syafi'i dalam kitabnya Raudhatul Muhtajin Li Ma'rijati Qawa'id ad din, Syekh Taufik Suqiyah ad Dimasqi dalam kitabnya Tabyiin al Haq wa as-Shawab bi ar-Radd 'ala A tba'i Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Syekh Mushthafa as Syatthi dalam kitabnya an Nuqul as Syar’iyah fi ar Raddi 'ala al Wahhabiyah dan Syekh Abdul Qadir bin Muhammad bin Salim al Kailani dalam kitabnya an-Nafhah az-Zakiyah  fir Raddi 'Ala Syubahi al Wahhabiyah.

Ulama pada masa sekarang yang juga membantahnya adalah al Muhaddits Syekh Abdullah al Harari -semoga Allah merahmatinya dalam kitab al Maqalat as Sunniyah fi Kasyfi Dhalalat Ahmad Ibn Taimiyah dan selain mereka dari para ulama ahlussunnah.

Sedangkan Ibn Taimiyah maka kita cukup dengan apa yang dikatakan oleh Imam Taqiyuddin as Subki dalam kitab ar Rasail as Subkiyyah fir Raddi 'Ala Ibn Taimiyah dan muridnya Ibn Qayyim al Jauziyah: Dan dia (Ibn Taimiyyah) dipenjara dengan kesepakatan para ulama dan para penguasa, kemudian ia mengatakan: sesungguhnya dia menyalahi ijma' lebih dari 60 masalah dalam masalah ushul dan furu ', di antaranya adalah pengharamannya terhadap ziarah kubur nabi yang agung shallallahu 'alaihi wasallam, menisbatkan arah, batasan, tempat dan duduk kepada Allah ta'ala wal iyadhu billah dari kekufuran dan kesesatan. Apabila kita melihat sepintas pada perkataan -perkataan Wahhabiyah dan kesesatankesesatannya maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa mereka telah membikin agama baru akan tetapi mereka menamakannya dengan nama Islam. Di antara pendapat mereka yang menyalahi ajaran Islam, antara lain:
a. Mengingkari kenabian Adam, Syits dan Idris.
b. Mengkafirkan Hawa.
c. Mengatakan alam azali.
d. Mengatakan neraka fana '.
e. Menyerupakan Allah dengan makhlukNya.
f. Mengarakan Allah jisim.
g. Menisbatkan anggora badan bagi Allah, mempunyai batasan-batasan, tempat-tempat dan arah-arah.
h. Menisbatkan duduk dan sifat-sifat makhluk kepada Allah.

Sedangkan pandangan mereka terhadap nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mereka menganggap beliau sekarang layaknya bangkai yang tidak boleh diziarahi karena tidak dapat memberi manfaat dan madharat. Mereka juga mengharamkan pada umat Islam bergembira, hanya sekedar gembira atau merayakan maulid Nabi 'alaihiwasallam.Bahkan, mereka menganggap sembelihan yang disembelih oleh umat Islam dalam maulid nabi yang mulia adalah sembelihan orang-orang musyrik yang haram untuk dimakan.

Mereka mengharamkan membaca shalawat kepada nabi dengan suara keras setelah adzan dan berpendapat bahwa hal itu lebih berat dosanya dan pada orang yang menikahi ibunya. Hal tersebut seperti dikatakan oleh juru bicara mereka dalam masjid Jami' al Daqaq di Syam. Mereka juga mcngkafirkan orang yang bertawassul kepada Allah dengan sayyidina Muhammad atau lainnya dari para nabi dan para wali dan para orang shalih.
Mereka mcmandang umat Islam sebagai orang-orang kafir musyrik karena mereka (umat Islam) tidak menganut madzhab mereka, mereka menghalalkan darah dan harta umat Islam di luar paham mereka.

Sejarah menjadi saksi kiprah mereka di jazirah Arab dan di timur Yordania. Bahkan para sahabat Nabi juga tidak luput dari cacian Ibn Taimiyah, ia mengatakan antara lain:
a. Abu Bakar masuk Islam ketika sudah tua tidak mengetahui apa yang dia ucapkan.
b. Ali masuk Islam di waktu masih kanak-kanak dan Islamnya anak kecil tidak sah.
c. Ali berperang untuk kekuasaan bukan untuk agama dan dia keliru dalam 17 masalah yang
    bertentangan dengan nash al Qur'an.
d. Menyalahkan Umar dalam satu masalah.

Sedangkan pandangan picik mereka terhadap para pendiri madzhab empat terlihat dan kata-kata yang sering mereka ucapkan; mereka laki-laki dan kami juga laki-laki, Sedangkan kelancangannya terhadap imam Syafi'i, Malik
dan Ahmad, sudah sangat jelas dan pembid'ahan mereka
terhadap orang yang bertawasul kepada Allah dengan para nabi dan para wali dan orang yang shalih dan ziarah
ke makam mereka, padahal Wahhabiyah mengetahui bahwa dalil akan diperbolehkannya tawassul terdapat dalam nash hadits. Sedangkan orang yang mengikuti salah
satu madzhab empat atau bertaklid kepadanya, ini menurut Wahhabiyah adalah inti kesyirikan.(7)

Tarekat sufi yang merupakan ajaran para wali dan suluk orang-orang yang bertakwa, menurut Wahhabiyah sebagai biang perpecahan umat Islam.(8)    Golongan Asy'ariyah dan Maturidiyah yang dinisbatkan kepada imam Ahlussunnah wal Jama'ah imam Abul Hasan al Asy'ari dan Abu Manshur al Maturidi dipandang oleh golongan Wahhabiyah dengan pandangan penuh dengki, kebencian dan pengkafiran.(9)  Karenanya, tidak heran jika mereka melecehkan para ulama Asy'ariyah seperti al Hafidz al Asqalani, al Nawawi, al Hakim dan panglima Muslim Shalahuddin al Ayyubi, dan yang lainnya. Mereka juga menganggap perbuatan Abdullah Ibnu Umar yang be rtabarruk dengan peninggalan Nabi yang mulia adalah sebuah tindakan syirik. Mereka juga mengkafirkan Bilal bin al Harits al Muzani yang berziarah ke makam Nabi 'alaihissalam.

Atas dasar pengetahuan mereka yang cekak dalam masalah agama sehingga mereka mcnamakan setiap perkara baru setelah Rasulullah adalah bid'ah sesat bahkan meskipun termasuk scsuatu yang sesuai dengan syara', sehingga mereka melarang adzan yang kedua pada
hari jum'at, berdzikir dengan menggunakan tasbih, halaqah-halaqah dzikir dan menghadirkan para masyayikh
untuk membaca al-Qur'an. Kebodohan mereka dengan hadits Rasulullah telah menyebabkan mereka mengharamkan sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah
seperti wudhu menggunakan air lebih satu mud (seukuran
dua telapak tangan orang yang sedang), mandi dengan air
lebih satu sha' (seukuran 4 mud), talqin mayyit, membaca
al Qur' an terhadap mayyit, mengiringi jenazah dengan menggunakan mobil dan lainnya.(10)

Dalam memahami nash al Qur'an mereka mengharamkan mentakwilnya nash-nashnya dan mereka lebih memilih makna dzahirnya meskipun hal itu menyebabkan pertentangan makna dalam al Qur'an. Ini mereka lakukan untuk menguatkan keyakinan mereka bahwa Allah ada kesamaan dengan MakhlukNya dan inilah penyimpangan mereka dalam memaknai al Qur'an.(11)

Mereka memandang bahwa perempuan semuanya aurat bahkan suaranya juga Aurat dan jika perempuan keluar dari rumah maka ia telah melakukan salah satu macam zina . Sungguh mereka mcmahami agama ini dengan pemahaman yang ekstrim (berlebih-lebihan).

Saudara muslim , sesungguhnya orang yang menipu manusia atas nama agama tidak boleh ditolerir. Bagaikan
penyakit lepra yang menggerogoti tubuh jika menggerogoti bagian tubuh maka harus diamputasi karena apabila dibiarkan maka penyakit itu akan menyebar ke seluruh tubuh. Karenanya, atas dasar pembelaan terhadap agama Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam kami suguhkan sebuah pembahasan yang menguak sedikit dari kesesatan Wahabiyah yang kami ambil dan kitab-kitab mereka, kutipan-kutipan mereka dan statemen-stateman mereka baik yang ditertulis ataupun tidak, bukan hanya sekedar klaim tanpa disertai bukti, akan tetapi kami sertakan bukti pada setiap poin dari kesesatan Wahhabiyah.

SILAHKAN AJUKAN GUGATAN ANDA YANG TIDAK SEPAHAM

Footnote:
(7) Tentang perkataan mcrek a bahwa tawassul syirik bisa dilihat dalam kitab yang berjudul "Kaifa Nafhamu al Tauhid" karya Muhammad Ahmad Basyamil (Jeddah), hal. 16, lihat juga kitab yang mereka anggap sebagai kitab
"Tauhid" karya Shalih ibn Fauzan (Riyadh), hal. 70. lihat juga Abu Bakr al Jazairi dalam kitabnya "'Aqidah al mukmin"hal. 144 . adapun larangan mereka terhadap ziarah kubur Nabi bisa dilihat dalam kitab yang berjudul "Fatawa Muhimmah" fatwa al 'Utsimin (Riyadh), hal. 149-150, juga fatwa Ibn Baz dalam kitabnya yang berjudul "al Tahqiq wa al ldhab Ii Katsirin  min Masail al
Hajj wa al 'Umrah" hal. 89. Adapun larangan mereka dalam bermadzhab bias dilihat dalam Muhammad Sulthan al Ma's humi al Makky, Hal al Muslim Mulzamun bit Tiba'i Madzhabin Mu'ayyanin ta'liq Salim aI Hilali h. 6 dia sebutkan bahwa orang yang bermadzhab harus disuruh bertaubat kalau tidak mau bertaubat maka dibu nuh, dan hal. 11 dia mengatakan: Apabila ditelusuri dengan seksama tentang permasalahan madzhab maka sesungguhnya madzhab tersebut berkembang dan menyebar karena bantuan musuh Islam.

(8) Menurut mereka tariqat shufi harus diperangi sebelum kira memerangi Yahudi dan Majusi, lihat kitab mereka "al Majmu’ al Mufid mim ‘Aqidah al Tauhid” karya Ali ibn Muhammad ibn Sinan (Riyadh: Maktab Dar al Fikr) hal. 102

(9) Lihat kitab mereka "Min Masyahiri al Mujaddidin fi al Islam: Ibn Taimiyah wa Muhammad ibn Abd al Wahhab " karangan Shalih ibn Fauzan, (Riyadh: al Riasah al 'Ammah lil Ifta'), hal. 32, lihat juga kitab mereka yang berjudul "Fath al Majid" karya Abd al Rahman Hasan ibn Muhammad ibn Abdullah, (Riyadh: Maktabah Dar al Salam), hal. 353

(10) Permasalahan-permasalahan di atas bisa dilihat dalam kitab mereka yang berjudul 'Taujihat Islamiyah" karya Muhammad Jamil Zainu yang diterbitkan oleh Kementrian Agama Saudi Arabia.

(11) Menta'wil ayat mutasyabihat dalam al Qur'an menurut mereka sama dengan mengingkari sifat Allah, karenanya mereka menuduh ahlussunnah yang menta 'wil dengan sebutan "al Mu'aththilah", lihat kitab mereka "al
Qawaid al Mutsla“ karya al 'Utsaimin (Riyadh), hal. 45

Kamis, 06 Mei 2010

AQIDAH MUKMIN (2) Ta’aluq

Ta’aluq
Ta’aluq artinya tuntutan sifat pada sesuatu diluar dari berdirinya (melekatnya) sifat pada dzat. Bila diibaratkan atau dimisalkan dengan sifat dari yang baharu seperti pendengaran ta’aluqnya adalah suara, penglihatan baharu ta’aluq pada warna.

Adapun sifat Allah yang mempunyai ta’alauq ada enam sifat, yaitu :
1.    Sifat Qudrat dan Irodat yang mempunyai ta’aluq ta’sir (mengubahkan) yaitu terhadap sekalian mumkin (baharu) karena yang menerima perubahan adalah yang baharu. Adapun pada yang wajib dan yang mustahil bukan merupakan ta’aluq keduanya karena yang wajib dan mustahil tidak menerima berubah. Yang wajib selamanya akan ada bila dapat berubah menjadi tidak ada maka bukan wajib tetapi baharu. Yang mustahil selamanya tidak akan ada bila dapat berubah menjadi ada berarti bukan mustahil tetapi baharu. Oleh karena itulah maka dikatakan kedua sifat ini ta’aluq pada sekalian yang baharu. Adapun yang baharu disebut pula mumkin yang artinya sesuatu yang mungkin dalam hukum akal ada atau tidaknya dimana peluang salah satu diantara keduanya sama.
Mumkin ini dapat digolongkan atas 4 macam, yaitu :
a.    Mumkin maujud haalan (ممُـْكِنٌ مَوْجُوْدٌ حَالاً  ) yaitu mumkin yang sedang ada saat ini misalnya apa yang kita lihat disekeliling kita seperti langit, bumi, pohon, air dan lainnya.
b.    Mumkin ma’duum (ممُـْكِنٌ مَعْدُوْمٌ  ) yaitu mumkin yang sudah tidak ada yang dahulunya ada seperti orang yang sudah mati, kejadian kemarin atau yang sebelumnya dan lainnya.
c.    Mumkin sayuujad (ممُـْكِنٌ سَيُوْجَدٌ  ) yaitu mumkin yang akan diadakan yang sekarang belum ada seperti apa yang akan terjadi besok hari, lahirnya anak bagi orang yang sedang hamil, peristiwa kiamat dengan huru-haranya atau lainnya.
d.    Mumkin ‘alimallahu annahu lam yuujad (ممُـْكِنٌ عَلِمَ اللّهُ اَنَّهُ لَمْ يُوْجَدْ) yaitu mumkin yang pada ilmu Allah tidak akan diadakan seperti iman di hati Abu Jahal atau orang kafir dan yang lainnya.
Keempat jenis mumkin itu menjadi ta’aluq sifat qudrat dan iradat Allah walaupun untuk mumkin yang terakhir Allah tidak akan menjadikannya tetapi ditinjau dari sifatnya yang baharu maka tetap dikatakan menjadi ta’aluq keduanya. Mumkin yang terakhir ini dapat juga dikatakan mustahil ‘aridi (mustahil disebabkan yang lain yaitu kehendak Allah yang tidak akan menjadikannya). Disamping mustahil ‘aridi ada juga yang disebut dengan wajib ‘aridi yaitu mumkin yang dalam iradat Allah yang azali sudah ditentukan akan diadakan-Nya.
2.    Sifat Sama’ dan Bashor yang mempunyai ta’alauq inkisaf (menyatakan) yaitu terhadap sekalian yang wujud (maujud). Adapun yang maujud ada dua yaitu yang qodim (Dzat Allah Ta'ala) dan mumkin maujud. Keduanya ta’aluq kedua sifat ini. Adapun yang mustahil dan mumkin yang lain maka bukan merupakan   ta’aluq keduanya karena keduanya tidak ada dan yang tidak ada tidak dapat dilihat dan didengar.
3.    Sifat Ilmu yang mempunyai ta’aluq inkisaf (menyatakan) yaitu terhadap segala yang wajib, mustahil dan jaiz. Adapun sifat ta’aluq inkisaf Ilmu berbeda dengan sifat ta’aluq inkisaf sama’ dan bashor karena ta’aluq ilmu bersifat umum karena bisa pula diketahui yang tidak ada yaitu bahwa yang tidak ada itu memang tidak ada, seperti Allah mengetahui bahwa tidak ada sekutu-Nya, sebagaimana sabda Nabi SAW :
لاَإِلهَ اِلاَّاللّهُ وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَهُ
Artinya : “Tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya…”
    Firman Allah Ta'ala :
اَللّهُ لاَاِلهَ اِلاَّهُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُArtinya : “Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Hidup dan Berdiri Sendiri…”.
4.    Sifat Kalam yang mempunyai ta’aluq dilalat (menjelaskan) yaitu terhadap yang wajib, mustahil dan jaiz. Misalnya untuk yang ta’aluq pada yang wajib, firman Allah Ta'ala :
إِنَّنِيْ أَنَااللّهُ لاَ اِلهَ إِلاَّ أَنَاْ فَاعْبُدْنِىْ وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لِذِكْرِىْ
Artinya : “Aku Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Aku”. (Thoohaa 20:14)
Untuk yang ta’aluq dengan yang harus, firman Allah Ta'ala :
وَاللّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya : “Allah-lah yang menjadikanmu dan yang menjadikan apa-apa yang kalian perbuat”. (Ash-Shoffaat 37:96)
Untuk yang ta’aluq dengan yang mustahil, firman Allah Ta'ala :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْا إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ
Artinya : “Bahwasanya Allah itu salah satu dari yang tiga”.
Keduapuluh sifat ini dapat dikelompokkan atas 4 bagian, yaitu :
1.    Sifat Nafsiah, yaitu hal yang wajib pada dzat selama dzat bersifat wujud bukan disebabkan oleh yang lain. Yang masuk sifat Nafsiah adalah sifat wujud. Sifat wujud ini merupakan sifat dari setiap yang ada jadi berlaku pula untuk mumkin yang ada.
2.    Sifat Salbiah, yaitu ibarat untuk menafikan apa yang tidak pantas pada Tuhan kita Jalla wa Azza. Yang masuk pada sifat ini Qidam, Baqo’, Mukholafatuhu lil hawadits, Qiyamuhu ta'ala binafsihi dan Wahdaniat. Jadi sifat ini tidak kelihatan tetapi hanya untuk membedakan antara yang Qodim (Allah) dan Baharu dimana setiap sifat Allah yang lain bersifat pula dengannya, misalnya Qudrat Allah adalah Qudrat yang Qodim dan Baqo’.
3.    Sifat Ma’ani yaitu sifat yang wujud atau nyata yang melekat pada dzat yang wujud mewajibkan dzat bersifat dengan sifat maknawiyah. Yang termasuk sifat ini Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashor dan Kalam. Dikatakan sifat ini sifat yang wujud maka nanti saat dibukakan hijab kita saat di syurga untuk melihat Allah sifat-sifat ini akan nyata bagi kita melekat pada Dzat-Nya yang mulia.
4.    Sifat Maknawiyah yaitu hal yang tetap pada dzat bersifat maknawiyah dikarenakan dengan sifat ma’ani. Sifat maknawiyah dan sifat ma’ani keduanya saling berkaitan atau berlaziman. Ada sifat Qudrat maka ada pula sifat Kaunuhu Qoodiron, ada sifat Iradat maka ada pula sifat Kaunuhu Muridan demikian seterusnya. Sifat Ma’ani merupakan sifat yang melekat pada Dzat yang nyata bila dilihat sedangkan sifat maknawiyah merupakan hal (keadaan). Meniadakan salah satunya maka secara otomatis akan meniadakan yang satu lagi. Sifat inilah yang sering disebutkan dalam Al-Qur’an dalam penyebutan sifat-sifat Allah yang mana berarti menetapkan sifat ma’ani pula ada pada-Nya. Apabila ada orang mengingkari sifat ini telah sepakat ulama bahwa orang itu kafir.
Adapun sifat yang jaiz (harus) pada Allah Ta'ala adalah satu sifat saja, yaitu :
فِعْلُ كُلِّ ممـْكِنٍ اَوْتَرْكُهُ
(Membuat sekalian yang mumkin atau meninggalkannya yaitu tidak membuatnya).
Adapun dalil dari harusnya sifat ini, yaitu :
فَلاَنَّهُ لَوْكَانَ وَجَبَ عَلَيْهِ تَعَالى شَيْءٌ مِنْهَا عَقْلاً اَوْ اِسْتِحَالَ عَقْلاً لانْقَلَبُ المْـُمْكِنٌ وَاجِبًا اَوْمُسْتَحِيْلاً وَذلِكَ لاَيُعْقَلْ
Artinya : “Bahwasanya jika Allah wajib melakukannya atau mustahil melakukannya secara akal maka akan bertukar hakikat yang mumkin menjadi wajib atau menjadi mustahil. Hal itu adalah tidak masuk akal”.
Termasuk mumkin adalah memberi pahala orang yang berbuat taat lalu memasukkannya ke syurga, menyiksa orang maksiat dan memasukkannya ke neraka. Adapun wajib memberi pahala pada orang yang taat secara syara' adalah memandangkan pada janji Allah Ta'ala dan mengingkari janji pada sisi Allah Ta'ala adalah sifat kekurangan dan kekurangan pada sisi-Nya adalah mustahil. Adapun menyiksa orang yang berbuat maksiatpun harus pada hukum akal dan mengingkarinya dengan mengampuni merupakan tanda kemurahan yang merupakan sifat kesempurnaan pula, maka mengampuni orang yang maksiat bukan hal yang tercela.
Kesimpulannya jumlah aqo'idul iman pada Haq Allah ada 41 yaitu 20 yang wajib, 20 yang mustahil dan satu yang harus. Selain ke-41 sifat diatas, maka wajib pula tiap-tiap mukkalaf mengi’tiqadkan 9 aqaid berikut yang menunjukkan bahwa Allah Ta'ala sebenar-benar Tuhan karena arti Tuhan adalah :
مُسْتَغْنيٌ عَنْ كُلِّ مَاسِوَاهُ وَمُفْتَقِرٌاِلَيْهِ كُلِّ مَاعَدَاهُ
(Maha Kaya [tidak butuh/berhajat] atas tiap-tiap yang selain-Nya dan faqir [berhajat/butuh] pada-Nya tiap-tiap yang selain-Nya ), yaitu :
1.    Mustahil pada Allah Ta'ala wajib membuat atau meninggalkan sekalian mumkin. Ini merupakan lawan dari sifat jaiz pada Allah. Jika wajib bagi Allah padanya secara akal misalnya memberi pahala orang yang berbuat taat dan memasukkan ke syurga berarti Allah ta’ala berhajat kepadanya untuk menyempurnakan kekurangannya yang mana tanpa taat Allah tidak bisa mema-sukkan ke syurga. Telah nyata semua itu adalah kemurahan Allah, bukan kewajibannya. Allah adalah Zat yang Maha Kaya tidak diterima akal jika ia berhajat pada selain-Nya, bahkan yang selain-Nya berhajat kepad-Nya.
2.    تَنَزُّهُهُ تَعَالى عَنِ الأَغْرَضِ في اَفْعَالِهِ وَاَحْكَامِهِ (Maha suci Allah Ta'ala mengambil manfaat pada perbuatan atau hukum-Nya), karena jika Dia menghendaki untuk mengambil manfaat dalam perbuatan atau hukum yang ditetapkan-Nya berarti Qudrat dan Iradat-Nya tidak sempurna karena ada yang dikehendaki-Nya tidak dapat diwujudkan-Nya kecuali dengan cara membuat atau menetapkan hukum yang mana dengannya apa yang dikehendaki-Nya dapat terwujud. Allah Maha Kaya yang tidak berhajat pada selain-Nya, bahkan yang selain-Nya berhajat kepada-Nya.
3.    Mustahil Allah Ta'ala mengambil manfaat pada perbuatan atau hukum-Nya yaitu lawan dari sebelumnya untuk menguatkan apa yang disebutkan sebelumnya untuk menghindari kesamaran di-samping tersuci darinya juga mustahil.
4.    اَنْ لاَتَأْثِيرُ لِشَيْءٍ مِنَ الْكَائِنَاتِ بِقُوَّتِهِ (Setiap sesuatu dari mumkin tidak memberi bekas/akibat dengan kekuatannya.), yaitu dengan sifatnya. Hal ini dikarenakan jika kekuatan mumkin memberi bekas atau akibat pada sesuatu maka sesuatu yang timbul itu berarti tidak berhajat pada Allah Ta'ala tetapi hanya butuh pada kekuatan itu karena ada yang selain Allah Ta'ala dapat menjadikannya. Bila hal itu terjadi maka tidak dikatakan tiap-tiap yang selain-Nya berhajat pada-Nya, sedangkan Allah adalah Zat diman setiap yang selain-Nya berhajat kepada-Nya.
5.    Mustahil tiap mumkin memberi bekas dengan kekuatannya, yaitu lawan dari sebelumnya untuk menguatkan perkara yang disebutkan itu bahwa secara akal hal itu juga mustahil. Kedua perkara ini juga untuk menafikan apa yang dii'tiqadkan kaum Mu'tazilah bahwa Allah Ta'ala menjadikan pada manusia kuat dan dengan kuat itu manusia memperbuat apa yang dikehendaki-Nya, jadi bukan Allah yang menjadikan apa yang dilakukan hamba-Nya.
6.    Wajib beri’tiqad  حُدُوْثُ الْعَالَمْ (alam ini baharu) karena jika tidak baharu berarti alam ini qadim. Setiap yang qadim tidak membutuhkan pada yang menjadikannya, berarti jika alam qadim maka tidak butuh pada Allah Ta'ala. Jika ada yang tidak membutuhkan Allah maka tidak dikatakan bahwa Allah Ta'ala Dzat yang tiap-tiap yang selain-Nya butuh atau berhajat pada-Nya sedangkan Allah adalah Zat yang setiap yang selain-Nya berhajat kepada-Nya.
7.    Mustahil alam ini qadim, yaitu lawan dari yang sebelumnya untuk menguatkan pernyataan itu supaya menghindarkan kesamaran bahwa disamping dikatakan alam ini baharu, mustahil pula ia qadim.
8.    لاَتَأْثِيرَ لِشَيْءٍ مِنَ الْكَائِنَاتِ بِطَبِعِهِ (Sekalian mumkin tidak memberi bekas dengan tabiatnya) yaitu dengan zatnya, karena Allah tidak membutuhkan perantara untuk menghasilkan apa yang dikehendaki-Nya yang mana tanpa adanya perantara itu maka Dia tidak akan bisa mendapatkan keinginan-Nya misalnya gerak cincin di jari, bergerak cincin dengan bergeraknya jari. Allah yang menggerakkan jari dan Allah pula yang menggerakkan cincin. Sama juga seperti penumpang kenderaan di mobil, bergerak penumpang dengan bergeraknya mobil, maka keduanya adalah dari sisi Allah. Bagaimana mungkin Allah membutuhkan perantara dalam kehendak-Nya sedangkan Allah Maha Kaya yang mana Dia tidak membutuhkan yang selain-Nya.
9.    Mustahil sekalian mumkin memberi bekas dengan tabiatnya, yaitu lawan dari yang sebelumnya untuk menguatkan pernya-taan sebelumnya bahwa hal itu secara akal juga mustahil.

Dengan tambahan 9 aqaid diatas maka seluruh aqaidul iman sudah ada 50. Keseluruhan aqoidul iman yang 50 masuk pada makna kalimat لاَاِلهَ اِلاَّاللّهُ sebab arti لاَاِلهَ adalah لاَمَعْبُوْدَ بحَقٍّ (tidak ada Tuhan yang disembah dengan sebenarnya). Lazimnya لاَمَعْبُوْدَ بحَقٍّ bahwa Dia مُسْتَغْنيٌ عَنْ كُلِّ مَاسِوَاهُ وَمُفْتَقِرٌ اِلَيْهِ كُلِّ مَاعَدَاهُ (Dia kaya dari tiap-tiap yang selain-Nya dan berkehendak tiap-tiap yang selain-Nya kepada-Nya). Keadaan ini nyata pada 50 aqaid diatas. Ke-50 aqaid ini dapat dikelompokkan atas 2 bagian dimana 28 aqaid yaitu 14 aqaid dan lawannya masuk pada اِسْتِغْنَائِهِ تَعَالى عَنْ كُلِّ مَاسِوَاهُ dan 22 aqaid yaitu 11 aqaid dengan lawannya masuk pada اِفْتِقَارُ كُلِّ مَاعَدَاهُ اِلَيْهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالى seperti akan disebutkan di belakang dengan 25 aqaid bersama lawannya, maka seluruhnya menjadi 50 aqaidul iman yang seluruhnya terdapat di dalam makna :
لاَمُسْتَغْنِيًا عَنْ كُلِّ مَاسِوَاهُ – وَمُفْتَقِرٌاِلَيْهِ كُلِّ مَاعَدَاهُ اِلاَّاللّهُ
Dengan wajibnya sebelas sifat yaitu Wujud, Qidam, Baqo, Mukholafatu lilhawadits, Qiyamuhu binafasihi, Sama’, Bashor, Kalam, Kaunuhu samii’an, Kaunuhu bashiron dan Kaunuhu mutakalliman seperti akan disebutkan di bawah ini beserta lawannya yang mustahil,  wajibnya تَنَزُّهُهُ تَعَالى عَنِ اْلأَغْرَضِ في اَفْعَالِهِ وَاَحْكَامِهِ serta mustahil lawannya, kemudian harusnya membuat sekalian mumkin atau meninggalkan membuatnya dan mustahil wajib atasnya, kemudian wajib bahwa mumkin tidak memberi akibat (bekas) dengan kuatnya dan mustahil memberi bekas dengannya, maka dengan ke-28 aqaid ini nyata bahwa Allah Ta'ala kaya (tidak membutuhkan) dari yang selain-Nya, karena jika seluruh sifat-sifat itu tidak wajib pada-Nya atau bahkan salah satunya maka Dia berkehendak pada dzat yang mengadakan sifat-sifat itu pada-Nya atau yang dapat menolakkan-Nya dari kekurangan, bagaimana mungkin sedangkan Dia adalah Dzat yang Maha Kaya dari yang selain-Nya.

Kemudian dengan wajibnya sembilan sifat yaitu Wahdaniat, Qudrat, Irodat, Ilmu, Hayat, Kaunuhu qodiron, Kaunuhu Muridan, Kaunuhu ilman dan Kaunuhu Hayyan seperti tersebut di bawah beserta mustahil lawannya, kemudian wajib baharu alam, mustahil qodim, wajib setiap mumkin tidak memberi bekas dengan tabiatnya dan mustahil memberi bekas dengannya, maka nyata dengan ke-22 aqaid ini bahwa yang selain-Nya iftiqar (membutuhkan/berkehendak) pada Allah Ta'ala, karena jika salah satu diantaranya saja ada yang tidak ada pada-Nya maka tidak akan berkehendak tiap-tiap yang baharu pada-Nya bagaimana mungkin sedangkan Dia adalah Dzat yang berkehendak pada-Nya tiap-tiap sesuatu.

INSYA ALLAH BERSAMBUNG KE SIFAT - SIFAT RASUL


             MULYADI ASY-SYAFI’I AMD
(Konsultasi pemahaman/Langsung  Lewat Hp/SmS)
               Hp. 081361 032 033